Rabu, 14 Maret 2012

CERITA PENDEK KARYA BERSAMA KELAS XII IPA 2- 2011/2012 SMA XAVERIUS 1 PALEMBANG


SINAR MATAMU, VIN?


Aku heran, berkali-kali bertanya, mengapa dengan cowok itu,yang jelek itu, tak pantas lihat itu, teman-teman dekatku banyak yang akrab, dan merasa dekat dengannya. Bila ku lihat-lihat lagi. Benar. Tidak ada yang bagus satu pun dari dia. Memang mungkin mata nya yang membuat ia menarik. Tapi, ahh sudahlah.
"Apa yang menarik dari dirinya?" aku membatin di dalam hati.
Sementara ia berbincang santai dengan salah satu temanku, ku tatap lekat-lekat wajahnya. Aku pun melihat sinar mata yang tak biasa.
Mata yang hitam bersinar menyilaukan mataku. Sebenarnya apa sih yang dia miliki selain mata itu, mengapa bisa teman-temanku menjadi tertarik mendekatinya?
"Hei kamu yang duduk sendiri dibelakang!" Ibu Guru menegurku,"Jangan melamun!". Ternyata beliau sudah datang sedari tadi dan memulai pelajaran selagi aku memperhatikan matanya. Sungguh malu rasanya diriku di tegur guru seperti itu. Tapi, aku tak bisa lepaskan bayang-bayang sinar matanya yang begitu lembut. Aduh, kenapa aku terus memikirkannya? Sudahlah lebih baik aku belajar daripada dimarahin lagi. Hari ini benar-benar sulit.
Sebenarnya apa yang ada di dalam matanya sehingga sinar matanya begitu lembut menembus hatiku. lagi-lagi aku memikirkan dia dan membayangkan matanya yang indah itu walaupun aku sudah dimarahi oleh guru.
Setelah bel pulang berbunyi, aku langsung mencari sosoknya di barisan belakang. Tapi, ia telah menghilang. "coba aku bisa berbicara dan menatapnya dari dekat" gumamku di dalam hati.Tapi sekarang muncul ide yang cukup gila di pikiranku."apa aku datangi saja ya rumahnya.” Sisi nekat dari dalam diriku pun menjawab, "Ya. betul. Aku datangi saja rumahnya." Tapi aku pun berpikir, dimana rumahnya? Rumah pemilik mata indah itu. "Ah, tidak, tidak, tidak bisa begini, hanya karena sinar matanya yang begitu lembut, aku harus berbuat nekad datang kerumahnya dan berkenalan dengannya, aku tidak boleh jadi begini hanya gara-gara pancaran sinar mata cowok itu" gumamku dalam hati lagi.
Aku pun menjadi ragu. Apakah aku harus menuruti rasa penasaranku ataukah aku harus menjaga harga diriku sebagai seorang perempuan. Berbagai pertimbangan muncul di dalam otakku. Berkelebat hingga berbelit seperti benang kusut yang tak ada ujungnya. Tak ku sangka ternyata aku juga terpikat dengannya. Aku menjadi tersipu mengingat ketika aku tidak senang melihat semua orang mendekatinya. Sekarang malah aku sendiri yang tidak bisa lepas menatap matanya yang begitu indah itu.
Aku tenggelam di bawah bayang-bayang keindahan matanya. Jantungku berdegup kencang tidak karuan saat aku melihatnya. Sedikit demi sedikit aku pun mengerti mengapa banyak temanku yang senang berada di dekatnya. Walaupun wajahnya tak tampan dan perawakannya juga tak tinggi, ia memiliki mata indah yang bersinar menyejukkan hati. Sorot matanya membuat orang terus ingin menatapnya. Yang aku tidak mengerti adalah bagaimana caraku untuk dapat berdekatan dengannya.Ku beranikan diri untuk menyapa dan tersenyum padanya.
"Hai Vin..." senyumku menyapanya, namun nampaknya Vin tidak membalas. Kucoba sekali lagi menyapanya dengan suara yang lebih keras. "Vin...", Ku panggil lagi namanya. Seketika dia pun menoleh dan menatapku. Aku pun hanya terdiam terpaku, tak sanggup membalas tatapan indah matanya. Sebenarnya aku baru akan menanyakan bagaimana kabarnya hari ini, namun karena tatapan matanya itu, batinku luluh, mulutku terkatup dan aku hanya terdiam sambil sedikit tersipu malu.
Entahlah setiap sorotan matanya, menerubus kedalaman jiwaku dan membuat pikiran ku menjadi tidak tenang dan meluluhkan hatiku. Seakan-akan dia mengetahui segala rahasia yang ada didalam hatiku. Aku rasa.., aku telah terperangkap oleh ilusi kedua bola mata indah itu. Ilusi yang seolah memenjarakan hatiku. Ilusi yang seolah mengaburkan akal pikiranku."Lho...kenapa jadi puitis kayak gini?", ucap dalam hati. "Atau jangan-jangan, Aku...... Tidaaakk!", lamunanku segera terpecah.
"Ada apa sih?", dia mulai sedikit kebingungan melihat tingkah anehku.
"Maaf, tapi aku sedang sibuk. Hari ini aku ada latihan tembak bersama teman-teman dari Perbakin"
"Eh...em...", aku mulai sedikit gugup.
"Ga ada apa-apa vin, ini ada undangan ulang tahun dari kim". Setelah undangan itu berada di tangannya, aku langsung beranjak dari tempat itu. Aku tak mungkin... , tidak pasti ini hanya salah satu dari ilusi itu.. Aku harus kembali ke pikiranku yang jernih, batin ku. Bel tanda pulang sekolah telah berbunyi, aku sesegera mungkin mengemas barang-barangku dan pulang.
Keesokan harinya, Vin mulai mencoba menjauh dariku. Apa daya, ak tak bisa melakukan apa-apa selain mengajaknya bicara kembali
"Kali ini aku harus semangat!" gumamku dalam hati.
Aku mencoba menarik perhatiannya, tetapi dia selalu menghindar. "Apa salahku? Mengapa dia bersikap seperti ini?", gumamku dalam hati.
Aku pun menghampirinya dan berkata, "Vin..maaf ya".
"Maaf? untuk apa?", jawabnya.
 
"Karena kejadian kemarin", jelasku.
"Oh...itu, kamu nggak salah. Kok malah minta maaf?", jawabnya lagi.
Bel istirahat pun berbunyi, aku bersama teman baikku kim, beranjak pergi ke kantin. Ternyata, apa yang ku lihat di koridor penghubung. Vin sedang asik ngobrol dengan sasha, cewek centil yang selalu berusaha mendekati vin.
"Ah, sedang ngapain mereka?? kayaknya mesra amat disana" komentar Kim kepada mereka. "biarin aja lah kim, itu urusan mereka, yuk kita pergi aja".. seketika itu juga, aku merasa diperlakukan tidak adil oleh vin, tetapi apa daya?. Dalam perjalanan menuju ke kelas, aku bertemu dengan Flare. "Oh, halo teman-teman. Mau kemana?" tanya Flare. "Hai Flare... Kami baru dari kantin, ni mau ke kelas lagi. kamu mau ke mana?", tanya Kim.
"Oh...Aku mau ke perpus ni, ada tugas bahasa", jawab Flare.
"Oke... yang rajin ya, hahaha", gurau Kim. "Bye Flare".
"Kim, kamu duluan aja ke kelasnya ya... aku masih mau jalan-jalan sendiri dulu.", ungkapku.
"Nggak mau ku temani?", tanya Kim.
"Makasi Kim, tapi aku mau sendiri.", jelasku.
"Oh...baiklah kalau begitu.", jawab Kim dengan raut muka sedikit bingung.
Aku berjalan ke salah satu koridor dengan tatapan kosong, pikiranku entah kemana. Masih saja memikirkan Vin yang terus dirayu oleh Sasha. Sebenarnya aku agak cemburu dengan kejadian itu. Tiba-tiba di sudut belokan sosok pria muncul.
Sesaat aku masih bisa merasakan sinar matanya. 
"Hey, bangunlah!" teriak Vin dengan panik. Aku seperti terbang ke langit karena Vin terlihat mengkhawatirkanku. Vin mengantarku ke ruang UKS secepat mungkin. Betapa bahagianya aku di gendong vin.. aku rasa, aku benar-benar sudah kehilangan akal sehatku. Bagaikan mimpi saja, Aku ingin kebahagiaan ini terus berlanjut. aku berpura pura pusing dan menangis heboh.
Vin yang terkejut mendengar tangisanku yang kencang tiba tiba menjadi kejang kejang ! Betapa terkejutnya aku . Sekarang semua orang di UKS merawatnya dan merebahkannya di ranjang di sebelahku. Matanya yang indah berubah menjadi seram. Warna mata nya menjadi putih semua akibat kejang kejang itu ! Menyedihkan.
Seketika, kim, flare, tasha, key menghampiriku di UKS dan menanyakan keadaan ku, sekaligus terbelalak, apa yang telah terjadi kepada aku dan vin hingga kami berada di UKS. Selama setengah jam Vin kejang kejang tanpa henti. Muka nya yang putih berubah menjadi hijau kebiruan akibatnya. Ini mengingatkanku akan tokoh kartun Hulk.
Sejenak aku tertawa saat aku terngiang kartun Hulk itu. "Hahahahahah..." sejenak aku tertawa dari keheningan yang ada. Karena kegelian, tiba-tiba aku merasa ingin buang air kecil. Sesaat aku tinggalkan Vin menuju ke toilet. Aku mulai cemas akan keadaan Vin. Namun, setelah ak kembali melihat kondisinya, ia menghilang. "Kemana Vin pergi, Apa ia sudah benar-benar sehat?" gumamnku dalam hati dengan rasa menyesal yang tak berkesudahan.
Aku merasa ada sesuatu yang aneh dengan kondisi Vin. Tiba-tiba perasaanku menjadi tak karuan. Aku jadi semakin cemas dengan kondisi Vin. "Andai saja aku tidak menangis kencang tadi, Vin tidak mungkin kejang-kejang" kataku dalam hati
Suasana hatiku benar-benar sangat kacau sekarang. Aku hanya bisa melamun menyesali ini semua.
Aku merasa benar-benar bodoh karena telah menangis dengan alasan untuk menarik perhatian Vin saja. "Ah, bodoh bodoh bodoh" gumamku dalam hati menyesali perbuatanku tadi. "Ada apakah dengan Vin?", gumamku.
"Apa yang terjadi dalam dirinya? Apakah ada yang kelam dibalik sinar matanya yang indah itu? Oh Tuhan, Aku berharap semoga tidak terjadi apa-apa dengan Vin.”
Menyadari semua sudah terjadi dan penyesalan akibat tindakan bodohku sudah terlambat, aku pun bertanya kepada penjaga ruang UKS, "Dimana murid laki-laki tadi, Bu?"
"Oh, tadi dia dijemput orang tuanya untuk dibawa ke rumah sakit," jawab penjaga ruang UKS.

"Apa sebenarnya penyakit Vin, ya? Mengapa ia bisa kejang-kejang mendengar tangisanku? Apa mungkin ia punya penyakit jantung? Apa penyakir parkinson? Atau epilepsi?" pikirku dalam hati seraya kembali ke kelas untuk melanjutkan pelajaran.
Aku pun kembali ke pelajaran Biologi yang sngat membosankan itu. 
Tak lama kemudian bel tanda pulang sekolah berbunyi. "Syukurlah." kataku dengan nada rendah.
  Hanya Key, teman sebangkuku yang mendengar suaraku tadi, dia hanya tersenyum. Sesaat kemudian Key mengajakku menjenguk Vin untuk memastikan keadaannya.
Karena hal itu, aku tidak dapat berpikir jernih. Berkali-kali aku menyesal.
"Tuhan janganlah Engkau mengambil nyawanya", gumamku. Dalam perjalanan, semakin berdebar keras jantungku, tak henyinya aku berdoa untuknya. "semoga ia baik-baik saja", gumamku.
Sesampainya di rumah sakit, aku dan Key segera bertanya pada resepsionis mengenai pasien yang bernama Vin. Ternyata Vin masih berada di ICU. Duh benar, keadaan Vin memang serius. Aku semakin sedih dan tanganku gematar tanpa ku sadari.
Di ICU aku memegang tangan vin yang dingin. aku menangis menyesali perbuatanku dan berharap sinar matanya akan kembali.
"Vin..Vin..Vin,"kataku berusaha membangunkan Vin. Kemudian, Vin pun membuka matanya. Terlihatlah matanya yang indah menatap mataku.
"Ada apa sih bok?" sahut Vin dengan nada gemulai.
Aku terkejut dan segera kulepaskan genggaman tanganku. Aku tidak percaya dengan nada bicara Vin yang berubah menjadi agak gemulai seperti wanita. Aku segera keluar dari ruang ICU tanpa sempat membalas sahutan Vin. aku kaget setengah mati. Tak pernah aku menyangka bahwa Vin yang ku kagumi ternyata..
Sinar matanya yang begitu memukau, begitu indah. Kini semua itu lenyap.
Dokter yang melihatku shock menghampiriku dan berusaha menenangkanku.
"Nak, kenapa kamu terkejut?" kata dokter.
"Dok, ada apa dengan Vin? Kenapa dia menjadi agak feminim setelah kejang-kejang?" tanyaku kepada dokter.
"Nak sebenarnya Vin menderita penyakit Rempongitis yang disebabkan virus Clamidius rempongus. Gejala penyakit ini ditandai dengan perubahan kepribadian setelah penderita mengalami kejang-kejang,"kata dokter.
"Jadi dok apakah Vin bisa sembuh?" tanyaku.
"Maaf nak, sampai saat ini obat untuk penyakit Vin belum ditemukan,"kata dokter.
Aku berjalan menyusuri lorong rumah sakit. Aku berusaha untuk menerima kenyataan.
"Sudahlah kawan, jangan bersedih,"kata Key berusaha menghiburku.
Aku terjatuh di pelukan Key dan menangis sejadi-jadinya.
"Key kau harusnya mengerti. kita telah kehilangan sosok Vin. walaupun raganya masih bersama kita," jawabku sambil menangis haru. Aku semakin menyesali perbuatanku waktu itu. Mengapa aku harus berpura-pura pusing dan menangis keras-keras?
"Tidak bisa, aku harus membuat Vin kembali seperti semula! Harus bisa!" Ujarku pada Key dengan air mata yang menetes. "Iya aku tahu. aku juga merasakan kehilangan yang serupa." jawab Key mayakinkanku.
"Lalu? Mengapa kau bisa setenang ini Key?" balasku.
"Karena aku yakin bahwa Vin bisa kembali seperti dulu lagi." Key menjawab mantap.
Keadaan menjadi hening seketika. Kembali aku mengenang saat-saat bersama Vin yang dulu.
Tiba-tiba aku terkejut ketika vin datang menghampiri kami berdua.
"Sedang apa kalian di sini?" tanya Vin dengan nada halus seperti suara seorang wanita.
Betapa terkejutnya aku ketika mendengar suara Vin yang ternyata lebih merdu dari ku.
"Ternyata kau benar-benar berubah Vin," jawabku sambil menahan air mata yang jatuh dari mataku.
"Berubah bagaimana?" Jawab Vin. Pertanyaan yang membuatku makin sedih.
"Vinceeeee.... ayo kita pergi kawan kita sudah menunggu" teriak seseorang dari kejauhan.
"Vince? siapa itu vince?" tanyaku heran kepada Key.
tiba-tiba ku terdiam, terpaku dan tidak percaya ketika mendengar Vin menjawab panggilan laki-laki transeksual itu.
"Hah? Vin? apakah kau yang bernama Vince itu? sejak kapan kau bernama Vince,Vin?" tanyaku heran selagi menangis mendengar ucapannya.
"Maafkan aku. Aku bukan Vin yang dulu lagi. Sekarang aku telah membuka lembaran baru di kehidupan baruku." jawab Vin sambil meninggalkan kami berdua begitu saja.
Kepergian Vin semakin membuatku sedih.
"Kenapa ini harus terjadi padamu Vin? apa yang harus kulakukan untuk membuatmu kembali?" teriakku dalam hati.
"Maafkan aku teman-teman," teriak Vince dalam hatinya.
"Vin mau sampai kapan lagi kita disini, ayo kita belanja. Kabarnya ada barang baru" ajak Jono yang kerap di panggil Jane.
Vin pun pergi...
Dan aku mendapatkan inisiatif baru..
Ya... inisiatif baru
"Aku harus berubah menjadi laki-laki" ujarku tanpa pemikiran yang matang.
Setelah kutanya ke mana-mana. Tidak kutemukan dokter lokal yang bisa mengoperasi transgender. Aku pun menjadi pasrah, aku mau saja dioperasi di luar negeri, tetapi, aku tidak memiliki uang yang cukup untuk melakukannya.
"Hei! Apa yang merasukimu?", ujar Key menyadarkanku. Ia nelanjutkan, "Lupakan Vin. Disini masih ada Aku..". Aku pun terhenyak mendengar kata-kata Key.
Dan tiba-tiba aku teringat pada temanku yang berasal dari Thailand, namanya Neng Poi. Sepertinya ia bisa membantuku untuk melakukan operasi di sana.
Tapi akupun mempertimbangkan kembali apakah keputusan yang akan kubuat ini benar-benar keputusan yang aku inginkan.
Timbulah kebingungan dalam benakku. 
"Apakah aku harus melakukannya? Apakah aku bisa melakukannya?" tanyaku dalam hati.
Setelah aku mempertimbangkan kembali, akhirnya aku memutuskan untuk melakukan operasi tersebut.
Tapi kebimbangan demi kebimbangan masih terus menyelimuti pukiranku.
Hati kecil ku berkata, "Masih banyak jalan keluar yang lain"
Tapi di lain sisi pikiran ku terus terngiang-ngiang akan diri Vin.
Hingga akhirnya alam bawah sadarku mengingatkan aku pada seorang kenalanku.
"Ya, aku yakin dia pasti bisa membantuku mengatasi masalah ini" aku berkata dalam hati sembari mengambil ponselku yang berada di dalam tas.
Lalu, aku langsung menghubungi temanku Neng Poi,melalui jejaring sosial dan menanyakan apakah dia bisa membantuku untuk melakukan operasi transgender.
Tut-tut-tut. Maaf nomor yang anda tuju sedang sibuk. Cobalah beberapa saat lagi..
Gimana ya, nomor ini tidak bisa dihubungi. Apa yang harus aku lakukan sekarang? Sejenak aku pun berpikir kembali.
Hm. Lebih baik besok aku coba lagi saja.
Hai. Kamu lagi telepon siapa?
Hemmm. "Telepon neng Poi Kim", jawabku ragu kepada kim.
"Siapa itu Neng Poi?", tanya kim dengan rasa heran
Ahli bedah plastik Kim.
"Buat apa kamu telepon kesana?",tanya kim dngan muka terkejut.
"Aku mau mengubah jenis kelaminku kim demi si Vin. Gara-gara aku dia jadi seperti sekarang ini. Aku harus bertanggung jawab dengan semua ini kim", jawab dengan lirih.
Apa? Aku rasa ini bukan solusi yang terbaik. Lebih baik kamu pikirkan cara yang lain saja. pasti ada jalan lain untuk memecahkan masalah ini. Yuk kita pikirkan masalah ini sambil jalan ke kantin", ajak kim sambil memegang kedua bahuku.
Sesampainya di kantin, aku membeli sebotol teh melati. Seraya aku meminum seteguk demi seteguk teh tersebut, Kim mulai menasehatiku, "Coba kamu pikirkan lagi baik-baik keputusan yang kamu ambil. Ingat, perubahan itu akan mengubah total seluruh aspek kehidupanmu. Baju-bajumu dirumah tidak akan kamu pakai lagi, begitu juga tas-tas cantikmu. Dan yang terpenting kamu harus sadar bagaimana perasaan orang tuamu jika kamu melakukan operasi itu. Kamu dilahirkan sebagai seorang perempuan. Syukurilah apa yang sudah Tuhan berikan kepadamu.”
Selagi Kim menasehatiku, dari pengeras suara terdengar pengumuman, "Perhatian kepada semua siswa-siswi kelas X, XI, dan XII, sehubungan dengan akan diadakannya rapat dewan guru, siswa-siswi dipersilahkan pulang setelah bel berakhirnya istirahat berbunyi."
Mendengar pengumuman tersebut aku segera mengajak Kim kembali ke kelas, "Ayo, Kim, kita kembali ke kelas. Buku-bukuku masih berantakan di meja kelas. Terima kasih ya nasehatmu, Kim. Untung kita pulang cepat hari ini. Aku memang ingin cepat-cepat pulang dan beristirahat serta memikirkan kembali semua rencanaku ini.”
Aku pun menjadi semakin bimbang.
“Apa yang harus kulakukan ?”,tanyaku pada diriku sendiri.
"Oh, tidak, tidak, ini salah, aku tidak boleh ikut terseret dalam perubahannya. Aku yakin pasti ada jalan keluar.
Bukankah sekarang ilmu kedokteran sudah sangat maju. Leukimia dan kanker otak saja sekarang sudah bisa disembuhkan."
 
"Key, tolong bantu aku, coba kau cari informasi tentang dokter-dokter yang ahli dalam penyakit ini, kita harus membantu Vin." kataku
"Kau benar, kita harus membantunya. Baiklah aku akan membantumu mencari informasi tentang dokter yang ahli, untuk menyembuhkan penyakit Vin ini." jawab Key.
Aku berpikir sejenak tentang apa yang dikatakan kim padaku, kurasa apa yang dia katakan benar. "Jika aku berubah seperti vin, apa mungkin keadaan Vin menjadi lebih baik?" tanyaku bingung dalam hati.
"Jika aku berubah sepertinya, tidak akan merubah apa-apa dari Vin, Vin akan tetap menjadi dirinya yang sekarang, seorang lelaki yang kehilangan jati dirinya". Bisikku lagi.
Aku berjalan pulang dengan perasaan kacau. Aku berhenti sejenak menatap ke arah langit senja. Ingin rasanya aku menyembunyikan diriku sendiri di balik selimut jingga itu. Andai..andai saja aku tidak melakukan itu, andai saja aku tidak berpura-pura, dia tidak akan berubah seperti ini. Sekarang, apa lagi yang bisa aku lakukan? Aku harus bisa mempertanggungjawabkan apa yang sudah aku perbuat, tapi apa? Bagaimana? Pandanganku terlihat kabur, aku merasakan air mengalir hangat dari mataku membasahi pipiku.
"Vin...!! Kenapa kamu jadi seperti ini? Tuhan, apa yang bisa aku perbuat? Aku tidak ingin keadaan yang seperti ini. Tuhan, aku mohon, kembalikan waktu ke saat itu lagi, aku ingin memperbaiki semuanya. Lebih baik aku tidak pernah ada dalam hidupnya!" aku berteriak sekencang-kencangnya melawan desir angin kencang yang diikuti rintikan hujan.
 
Aku kembali menatap ke langit. Apa yang baru aku minta? Tidak mungkin waktu bisa berputar kembali.
Sesampainya di rumah, aku segera berlari menuju kamarku, lalu aku berbaring di tempat tidur. Tak lama mataku terpejam, lalu aku melihat diriku berada di suatu tempat di mana pertama kali aku bertemu dengannya, sungguh aneh namun semua ini terlihat begitu nyata. aku dan dia berjalan bersama sambil berpegangan tangan.
Kami pun saling bertatapan tanpa suara. Kembali kumelihat sinar matanya yang indah itu, yang menenangkan hati itu. Ah, aku rindu dengan Vin yang dulu.
Memori dirinya penuh mengisi mimpiku. bayangannya terasa indah di pelupuk mata. "Oh Tuhan ternyata semua ini hanyalah mimpi."Ucapku saat terbangun dari tidur.
Namun kulitku jelas merasakannya. Ya, aku dapat merasakannya, butir-butir pasir yang menyusup ke sela-sela jari kakiku. Bunyi gesekan pepohonan yang saling bersahut-sahutan. Pemandangan indah cakrawala di saat matahari mulai menyombongkan kemegahannya. Desiran angin meniup seluruh tubuhku. Di dalam gelap pejaman mata, aku dapat merasakan kejayaan alam...bersama dia...Ya, bersamanya.
Aku tersadar, aku berjanji kepada mama untuk membatu dia berbelanja di minimarket..
Aku segera bersiap-siap dan bergegas untuk membeli keperluan yang telah mama titipkan.
Dengan langkah gontai, aku menusuri jalan raya menuju minimarket itu.
Ya.. benar, waktu memang tidak bisa diputar kembali, gumamku sedih, dan itu semua hanya mimpi.
Tanpa sengaja, aku bertemu dengan teman sekolahku, Tasha. Dia mengajak ku berbincang-bincang sejenak.
Tasha adalah remaja yang sangat religus yang pernah aku kenal.
Hai, kenapa hari ini kamu terlihat murung sekali? tanya Tasha.
Hai juga Tasha, ga ada apa-apa kok, aku hanya menyesali apa yang telah kuperbuat..
Loh? Emangnya ada apa? Kamu bisa cerita-cerita ke aku kok, ujar Tasha.
Aku tersenyum melihat Tasha, dan kataku,"Nanti aku ceritakan kok, Sha. Tapi aku sedang buru-buru sekarang. Eh, nomer hp kamu berapa ya Sha? biar nanti aku bisa sms atau telfon kamu" ujar ku..
"Boleh - boleh. 087891148644 nih. Sampai nanti ya" kata Tasha.
Aku melambai ke arah Tasha hingga punggungnya benar-benar hilang dari pandanganku. Sekali lagi aku melirik ke nomor yang baru saja tersimpan di telepon genggamku. Seulas senyuman terukir di ujung bibirku. 
"Aku yakin, Tasha adalah orang yang benar-benar tepat untuk membantuku menyelesaikan masalah ini," pikirku dalam hati. Aku menyimpan telepon genggamku ke dalam tas selempang yang kubawa dan kudorong kereta belanjaanku ke kasir, tak sabar menanti datangnya malam nanti.
"Sampai nanti juga Tasha. Kamu hati-hati di jalan ya," jawabku.
Lalu aku pun melanjutkan perjalananku menuju ke minimarket setelah sempat terhenti karena bertemu Tasha.
Sesampainya di minimarket, langsung saja ku ambil barang-barang sesuai daftar belanja yang mama berikan kepadaku.
Setelah itu, aku pun pulang ke rumah.
seketika aku sampai dirumah. aku berpikir bahwa Tasha adalah teman yang cocok untuk kujadikan teman curhat yang baik untuk menjawab permasalahanku ini.
lalu aku pun berencana untuk menelpon Tasha malam ini. Aku rasa ini adalah waktu yang baik untuk mengungkapkan semuanya.
Tetapi tiba-tiba terbesit dalam pikiranku. 
"Lebih baik aku bertemu sekarang dengan Tasha. Jika tidak aku akan kehilangan kesempatan untuk menceritakan semuanya pada Tasha”
"Halo, Tasha apakah kita bisa bertemu sore ini?" tanyaku melalui telepon
"Tentu saja. Lagipula sudah lama kita tidak bertemu. Kita ketemuan di tempat biasa aja ya?" jawab Tasha.
"Oke. Terimakasih ya Tasha?" Jawabku dengan senang.ku.
"Iya. Kalau boleh tahu kenapa kau menghubungiku mendadak seperti ini?" tanya tasha penasaran
"Nanti saja aku ceritakan" lanjut.
Sore itu aku dan Tasha akhirnya bertemu di tempat yang telah kami jadwalkan. Sambil duduk di cafe dengan menikmati secangkir hot chocolate aku mengawali dialog di antara kami. Ku ceritakan bagaimana suasana hatiku kini. Dan Tashya mendengarkan dengan seksama. Ya kurasa begitu, karena aku melihat tatapannya yang serius, dengan tatapan mata melotot namun tak hilang dari kecantikannya. Sungguh ciri khas yang selalu dipancarkan Tasha.
Belum selesai aku menceritakan semua unek-unekku, tiba-tiba handphone berdering...
"Kring..kring...kring..." bunyi handphone Tasya
"Ternyata... ringtone jadul itu masih digunakan juga oleh Tasya? Ya ampun..." tanyaku penasaran dalam hati
Sejenak Tasha langsung menerima panggilan masuk itu dan berdialog. Tak lama setelah itu, kami pun mengakhiri perbincangan kami di sore hari itu. Kami pun berpisah dan pulang.
Di rumah...
Malam harinya setelah aku bertemu tasha, aku termenung sejenak memikirkan perkataan tasha td sore...
"Apa aku bisa mempercayainya?" bisikku dalam hati.
Lalu tanpa berpikir lagi, aku segera menelfon tasha.
"hai Tas, apa kau ada waktu.. aku ingin bercerita tentang masalahku tadi sore?" Ucap Key
"hmm, ya baiklah sepertinya aku punya waktu luang untuk mendengarkan ceritamu" Jawab Tasha.
Aku menceritakkan segala kegelisahanku yang selama ini aku simpan kepada tasha. Setelah mendengar semua ceritaku, tasha pun terkejut.
"Apa yang sebenarnya ada dibenakmu?" jawab tasha padaku.
"Aku.. Aku.., hanya berpikir apa yang terjadi pada vin, itu semua adalah kesalahanku sha", ujarku sambil menangis.
"Itu bukanlah solusi yang tepat sobat. Tidak harus kamu menjalani operasi itu, dan lagi untuk apa kamu menelpon orang Thailand itu? Ia hanya menjerumuskan mu. Cobalah berfikir dengan jernih", ujar Tasha dengan nada yang tidak percaya.
Keterkejutan Tasha sebenarnya beralasan. Hal ini merupakan suatu hal yang gila bahkan bagi diriku sendiri.
"Ya, aku tau, Sha. Yang aku ceritakan barusan benar-benar di luar akal. Tapi aku sendiri tidak tau apa lagi yang bisa aku lakukan," aku mendesah dengan nada berat.
Aku tidak mendengar jawaban apa pun dari Tasha. Udara terasa begitu hening dan dalam.
"Sha?" aku memberanikan dirinya memanggil Tasha sambil menelan ludah.
Ternyata sambungan teleponku ke Tasha terputus. Tut..tut..tut..
"Ah, kukira," bisikku dengan nada penuh keraguan.
Aku mencoba menghubungi Tasha kembali, tetapi hanya suara operator yang terdengar..
Ini membuatku semakin gelisah.
"Duh Tasha kemana ya, apa mungkin dia sudah tidur, atau hp nya habis batre, atau... dia ga mau dengerin ceritaku lagi yah", gumamku.
Hatiku penuh tanda tanya, "Kemana Tasha? Mengapa Teleponnya tak bisa kuhubungi?" tanyaku dalam hati dengan penuh kegelisahan.
"Ah, mungkin Tasha tak mau mendengar ide gilaku. Dia kan remaja yang sangat religus," pikirku.
Aku pun merasa sedikit menyesal, mengapa aku menceritakan ide gilaku padanya.
Tunggu. tapi aku tidak boleh seenaknya saja menghakimi orang lain tanpa alasan yang jelas. Mungkin saja ada gangguan sinyal, atau teleponnya jatuh, atau...Ahh..kenapa malah jadi tambah rumit? Aku melentangkan tubuhku di atas kasur, menatap langit-langit kamarku. 
"Haih," desahku dalam hati, "Iya juga ya, sejak kapan semuanya jadi berantakan seperti ini? Setahuku, awalnya hanya dari perasaanku kepada dia yang tidak pernah tersampaikan."
Aku melemaskan pundakku dan memejamkan mata. Capek. Ya, sekujur tubuhku merasa begitu lelah. Banyak hal yang terjadi beberapa hari ini. Untuk sejenak saja, aku ingin mengistirahatkan tubuhku dan membenamkan pikiranku ke mana pun selain tentang dia.
 
Tok tok..
Ah, apaan pula sekarang kegilaanku bahkan sudah mewabah ke telingaku. Aku membuka mataku malas, menatap ke jam dinding berpelitur perak yang tergantung di dinding coklat kamarku. Pukul 9.25. Tidak mungkin lagi ada orang yang datang jam segini.
Tok tok..
Suara itu terdengae lagi. Aku menutup telingaku dengan guling, berharap suara khayalan itu pergi.
Tok tok...
"Ya ampun, berisik benar sih, bahkan telingaku sendiri tidak mau aku beristirahat," aku bangun dengan kesal.
Tok tok...
Aku menatap ke arah pintu kamarku..
Tok tok..
Sekali lagi suara itu terdengar. Ya ampun, memang benar ada orang yang mengetuk pintu. Aku segera beranjak dari kasurku dan bergegas keluar ke pintu depan dengan baju tidur pink dan wajahku yang sama kusutnya.
Tak disangka seseorang mengetuk pintu rumahku.
"Vin?" Ujarku kebingungan melihat Vin yang berkunjung ke rumahku.
"Ini benar kamu, Vin?" aku bertanya.
Tak percaya bahwa Vin datang ke rumahku, aku pun mencubit tanganku sendiri untuk menguji apakah ini nyata atau hanya ilusi.
"Aw," teriakku kecil karena kesakitan. Ternyata ini benar nyata.
Senang bahagia serta bingung tercampur aduk di dalam hatiku.
"Iya ini aku. Mengapa kamu kaget? Aku tidak boleh datang ke sini?" jawabnya.
"Oh, Tuhan. Mengapa Vin tiba-tiba datang ke rumahku? Apakah ini hadiah dari-Mu?" aku membatin.
Kali ini sinar matanya sudah kembali sama seperti ketika aku terpesona melihat matanya. Ia tidak bertingkah seperti perempuan lagi. Ia kembali. Vin kembali seperti dulu!
Aku menatapnya dari kepala sampai kaki. Aku pun bergumam sejenak dalam hati sambil cengar-cengir sendiri. "Vinku sudah kembali seperti dulu!! Tapi apakah semua ini hanya mimpi?”
Aku lihat kembali sinar matanya yang berkilauan itu.
Sinar matanya yang selalu aku rindukan, tatapannya yang tajam kepadaku namun penuh arti bagiku.
"Terimakasih Tuhan, Kau kembalikan dia." syukurku dalam hati.
Aku pun mencubit tanganku.
“Awwww”, jeritku. Sakit. Ternyata ini benar ini nyata.
Aku cubit tanganku sendiri.
"Ah, sakit sekali!" teriakku.
(Lalu,Vin melihatku dengan sedikit bingung).
 
Ternyata ini bukanlah mimpi belaka.
"Eh Vin, kok kamu bisa datang ke sini? Tumben banget. Terus, kok kamu tahu alamat rumahku?" kataku sambil senyum-senyum.
"Apa yang tidak aku tahu tentang dirimu? Aku selalu memperhatikanmu sejak dulu" Jawab Vin
Aku pun terdiam mendengar perkataannya.
Aku menatap matanya dalam-dalam. Kulihat matanya seperti berbicara padaku.
"Aku ingin menjelaskan apa yang telah terjadi padaku selama ini. Maaf, telah membuatmu bingung dan susah karenaku." kata Vin lembut.
"Lalu kalau ini bukan mimpi jadi apa maksud dari kedatangan dia ke rumahku ya?" Bisikku dalam hati. Lalu aku bertanya padanya alasan mengapa dia sampai repot-repot datang ke rumahku.
"Aku hanya ingin menjelaskan perubahan yang tejadi padaku akhir-akhir ini", katanya Vin serius.
Aku yang gelisah dan lega pun bersiap utuk menjelaskan penjelasannya.
"Aku telah mendengar semuanya dari Tasha, senekat itukah kau berbuat hanya untuk diriku yang memiliki banyak kekurangan ini?", ucapnya.
Dan aku pun menjawab..
"Hmm, iya begitulah. Sebenarnya aku juga bingung kepada diriku sendiri. Hanya karena sinar matamu yang mempesonakan dan menerangi relung jiwa hatiku mampu membuatku terpukau dengan dirimu. Kamu tidak ganteng, tidak rupawan. Namun mata malaikat itu membuat aku tertawan di penjara batin cintaku kepadamu", jawabku puitis. Aku sampai malu dan terbata-bata menggerakkan bibir ini. Tapi apa daya? Inilah perasaanku yang sesungguhnya dan dia harus tahu.
"Aku hanya ingin mengembalikan kamu seperti semula Vin." kataku dengan nada serius.
"Itu semua karena aku..." kataku terhenti. "Haruskah aku katakan yang sebenarnya?" tanyaku dalam hati.
"Karena apa?" tanya Vin penasaran.
"Itu semua karena aku peduli padamu Vin." Jawabku lugas.
"Tasha? Kamu bertemu dengan Tasha? Dia memutuskan sambungan teleponku dengannya kemarin." Tanyaku dengat rasa ingin tahu.
Aku yakin wajahku tidak bisa menyembunyikan keterkejutanku saat ini. Dengan mata melotot yang khas dan mulut yang ternganga seperti ikan...aku tidak mau melihat di cermin seperti apa wajahku...
"Apa maksud kamu, Vin? Aku tidak mengerti. Kamu kenal Tasha? Dan apa maksud kamu dengan," aku benar-benar kebingungan seperti turis di negeri asing. Kejutan apa lagi yang menantiku selanjutnya? Benar saja, tidak hanya sampai di situ keasinganku, Tasha muncul dari belakang Vin dengan malu-malu dan jari-jarinya terus dia mainkan di dekat bibirnya.
"Apa-apaan ini?" tanyaku meninggi. Kelelahanku yang memuncak selama beberapa hari dan kado kejutan ini membuatku seperti melayang di atas tanah. Mataku berputar dan otakku tidak bisa berhenti berpetualang mencari kenyataan sebenarnya yang aku lewatkan di setiap sudut.
"Tasha adalah sepupu dekatku" jawab Vin dengan mudahnya. Aku pun ternganga dengan jawaban yang diucapkan Vin tersebut.
"Dengar,aku tak mau salah paham antara aku sama dirimu..." Jawab Tasha dengan malu-malu.
"Lalu apa maksud semua ini?" tanyaku,"Kamu sudah sembuh dari sakitmu, Vin?"
Aku makin penasaran mengapa Vin tiba-tiba berubah menjadi ia yang dahulu.
"Sebenarnya aku tahu kalau kamu sudah tertarik dengan Vin, terutama pada matanya. Namun, sekarang yang mau aku biacarakan adalah mengenai Vin. Sebenarnya Vin tidak selalu menjadi seperti perempuan. Dia hanya begitu bila cemas akan seseorang yang dia kagumi selama ini..." Bisik Tasha di telingaku dan tentu saja, Vin pura-pura tidak mendengar. "Lelucon apakah ini?" Tanyaku dalam hati.
"Dia mengagumiku? Kalau begitu mengapa dia selalu menghindar dariku?" Bisikku kepada Tasha.
"Apa benar Vin juga menyukaiku seperti aku menyukainya? bahkan lebih dari itu?" tanyaku dalam hati dengan perasaan campur aduk tak jelas itu senang atau malu.
"Mungkin dia masih belum bisa mengungkapkan perasaannya. Dia mungkin terlalu takut kau akan menjauhinya" balas Tasha meyakinkanku.
"Jadi maksud kamu?" Tanyaku kepada Tasha dengan rasa penasaran. 
"Bila Vin bertingkah seperti wanita bila ada yang dia kagumi selama ini, mungkinkah orangnya itu adalah aku?" Bisikku dalam hati.
Tasha mundur dari hadapanku dan pergi entah kemana, mungkin bersembunyi di belakang semak-semak. Vin pun datang mendekat kepadaku dan bertanya
"Hmm... Aku suka kamu.. Maukah kamu jadi cewekku?" Tanya Vin malu-malu.
Aku yang melihat sinar matanya yang bersinar itu bagai terhipnotis menjawab dengan pelan
"I...ia... Aku mau jadi cewek kamu..." Jawabku pelan.
"Benarkah? Kamu tidak bohong kan?" Balas Vin
"Tentu saja aku tidak berbohong, sebenarnya, aku juga menyukaimu sejak pertama kita bertemu, terutama saat kulihat matamu yang begitu indah, sinar matamu, Vin, seperti memancarkan sesuatu yang tidak bisa kuungkapkan dengan kata-kata" Jawab aku.
"Namun ada satu hal yang ingin kutanyakan kepadamu..." tanyaku dengan ragu.
"Bagaimana bisa kamu, Vin, terlepas dari penyakitmu yang mengerikan itu?" Kulanjutkan pertanyaanku dengan serius kepada Vin.
"Sebenarnya, aku tidak ingin membuatmu khawatir lagi. Aku tak ingin kau menjalankan ide gilamu hanya untuk diriku. Itulah sebabnya aku berusaha lepas dari jeratan penyakit mengerikan ini. Aku sayang kamu." Ungkapnya padaku.
Aku tersentuh mendengar ucapannya. Ku tatap lagi paras indah yang dipancarkan dari kedua bola matanya itu. "Pancaran sinar matanya sungguh mempesona" gumamku dalam hati.
"Apakah ini yang dikatakan cinta?" aku berpikir sejenak dalam pikiranku
Aku terbawa suasana angin malam yang dingin itu, kutatapi bulan serta bintang-bintang yang memancarkan sinarnya itu. Tak ku sangka bintang-bintang yang berkilau itu pun tidak dapat menandingi sinar mata Vin.
"Begitu bahagianya aku sekarang, ya benar, aku sangat bahagia sekarang" bisikku dalam hati sembari tersenyum.
Aku terenyuh dalam kesunyian malam ini, suasananya yang indah, angin membelai wajahku lembut.
"Oh, Tuhan matanya itu selalu membuatku kagum dan terlena olehnya," gumamku lagi dalam hati.
"Aku tak ingin berpisah dengannya, akan kulakukan apapun agar aku dapat bersama dengannya juga dapat melihat sinar matanya yang indah,"gumamku sambil melihat Vin.
"Oh Tuhan, berilah petunjukmu. Jika aku bukan miliknya, itu bukan masalah. Yang penting kembalikanlah 
Vin seperti yan dulu," gumamku dalam hati.
Astaga, aku terlalu banyak berpikir sampai Vin pun aku biarkan sendiri. Aku tak henti-henti nya mengumbar senyum sambil menyilakan Vin dan Tasha masuk ke dalam rumah. "Eh, masuk dulu aja Vin, Sha, diluar kan dingin." kataku dengan sedikit gagap. Ya ampun, jantungku berdebar kencang sekali.


                                                                                                                                                                       **to be continue


*Kreativitas anak-anak P2 saat mengerjakan tugas akhir sastra Bahasa Indonesia. Alur cerita yang terkesan ngalur-ngidul karena saling menyambunggkan jalan cerita namun ternyata hal itulah yang membuat cerita menjadi sangat menarik dan mengundang gelak tawa. Walaupun sebenarnya ini belum selesai tapi inilah kreasi kami :D . Thx to Pak kasdi atas bimbingannya selama ini :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar